Apakah saya sudah layak dikatakan sebagai guru yang baik? Kebiasaan sukses seperti apa yang harus saya lakukan agar dapat menjadi guru yang baik? Pertanyaan kritis yang layak sekali dialamatkan kepada figur para pejuang pendidikan ditengah maraknya pergulatan kehidupan yang semakin kompleks.
Tanpa disadari, dunia telah bergerak dengan sangat cepat. Revolusi teknologi informasi menjadi ciri utama yang sangat mudah untuk diidentifikasi. Dunia pendidikan pun harus ikut pula merasakan dampaknya. Apakah guru sebagai pelaku pendidikan telah merasakan perubahan hebat yang terjadi di lingkungan sekitarnya?
Memahami kurikulum, mendesain metode pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa, mendesain bahan ajar, mengembangkan penilaian berbasis kelas, dan melakukan pembelajaran berbasis Information and Communication Technology (ICT) adalah salah satu dari sekian banyak agenda penting guru di era kompetisi global dewasa ini. Lebih dari itu, guru pun dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan segala kompetensi profesionalismenya kepada stakeholders pendidikan. Hanya ada dua pilihan bagi guru untuk merespons kenyataan ini, terus maju mengembangkan diri atau mundur perlahan tertelan banyaknya tuntutan.
Tulisan ini merupakan sebuah refleksi dan renungan bagi guru-guru yang memiliki pengharapan untuk memperbaiki diri menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik. 7 kebiasaan sukses adalah panduan penting bagi guru masa depan yang ingin melakukan suksesi manajemen diri. 7 kebiasaan sukses yang dapat dikembangkan guru, di antaranya:
1. Menjadi Pembelajar Sejati
Ubahlah paradigma bahwa guru berperan sebagai penyiram tanaman daripada sebagai penuang air. Anggaplah siswa sebagai tanaman yang memiliki potensi untuk tumbuh sendiri, daripada sebagai sebuah gelas kosong yang hanya dapat penuh bila ada yang mengisi. Artinya, guru harus mampu mengubah paradigma pembelajaran yang tadinya menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran, bergeser pada paradigma siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Ketika paradigma ini telah terbangun, situasi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan berpeluang besar untuk dapat dikembangkan di ruangan kelas. Guru memandang sekolah sebagai tempat belajar untuk menjadi lebih profesional, sekaligus mengembangkan kemampuannya menjadi lebih baik.
2. Menjadi Sales Konten Materi Pelajaran
Pernahkah kita menemui siswa kita yang bersikap acuh tak acuh dengan pembelajaran yang kita bawakan? Jangan salahkan siswa kita dulu, cek kembali sikap apa yang Anda tampilkan ketika memulai pembelajaran?
Apakah Anda tampak loyo dihadapan siswa Anda? Apakah Anda mampu meyakinkan siswa Anda akan manfaat yang mereka dapatkan ketika mengikuti pembelajaran dengan baik? Apakah Anda mampu menghadirkan suasana entertainment dalam pembelajaran Anda yang bernilai edukasi?
Hari ini, guru harus mampu memenangkan ‘hati’ siswanya. Guru harus mampu menjelaskan apa manfaat sekolah bagi siswa, apa manfaat belajar bagi masa depan mereka kelak. Guru harus mampu menjual ‘manfaat’ mempelajari konten materi pelajaran dengan antusias, menghadirkan suasana kontekstual antara materi pelajaran dan dunia anak. Seorang guru yang baik adalah juga seorang sales konten materi pelajaran yang baik.
3. Menggunakan Beragam Gaya Mengajar
Tidak ada satu pun gaya mengajar yang paling baik. Memilih dan menggunakan gaya mengajar yang tepat sesuai kebutuhan dalam pembelajaran adalah tindakan bijak yang harus dilakukan. Saat ini, ada banyak temuan tentang kinerja otak yang dapat digunakan dalam pembelajaran, ada banyak model dan pendekatan pembelajaran yang telah melewati proses pengkajian yang harus dicerna, kalau pun mungkin diterapkan dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas.
Bayangkan jika orang tua siswa ingin menyaksikan langsung bagaimana situasi pembelajaran di kelas Anda, apakah Anda siap menunjukkan penampilan terbaik Anda di kelas?
4. Membangun Relasi dengan Orang Tua Siswa
Dalam kajiannya, Veenman (1984), mengklasifikasi 5 masalah utama yang dihadapi guru baru dalam melakukan kinerjanya, yaitu: (1) Classroom Discipline, (2) Motivating Students, (3) Dealing with Individual Differences, (4) Assessing Students’ Work, (5) Relations with Parents.
Membangun relasi dengan orang tua siswa, bagi seorang guru tanpa kecuali, merupakan permasalahan pelik yang mesti dicarikan solusinya. Permasalahan itu dapat tergambar dari ungkapan salah satu guru di Amerika Serikat berikut.
”As a beginning teacher, I had no idea what my students brought with them to class–if they worked at a job, if they collected stamps, or if there was a divorce going on at home. The word “family” was not mentioned. I knew nothing about their lives outside of school, except if by some happenstance someone mentioned it casually. Today, we know better. Major research studies indicate that readiness for learning, all through the grades, begins at home and that we’ve got to enlist all families as real partners in the education of their children.
As a good teacher today, my work would be to build a bridge — connection between school and home so that information, ideas, and people move freely from one place to the other. The “hidden curriculum” of the home and community is not hidden anymore”.
5. Rajin Mengikuti Kegiatan In-Service Training
Prof. Masaki Sato (2007) menjelaskan adanya kelemahan besar dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan dalam menghasilkan tenaga guru.
Pertama, kuliah yang diberikan di kampus difokuskan pada transfer pengetahuan (transfer of knowledge) keilmuan suatu disiplin ilmu, sedangkan pengetahuan praktis untuk meningkatkan keilmuan dan kompetensi guru dalam mengajar pada kenyataannya tidak pernah diajarkan
Kedua, seorang dosen di universitas, secara umum, mengajarkan suatu disiplin ilmu tidak berdasarkan situasi dan kondisi di sekolah. Apa pun jenis teorinya tidak akan pernah diketahui kebenarannya jika tidak diujikan
Ketiga, pengetahuan mengenai pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus “learning disorder” (anak yang memiliki kesulitan belajar) harus dipraktikkan di lapangan (ruang kelas). Dengan banyak berinteraksi dengan lingkungan sekolah, kita akan banyak bertemu dengan anak-anak berkebutuhan khusus dalam belajar. Mereka membutuhkan bimbingan untuk menentukan penanganan secara nyata yang tepat berdasarkan hasil penelitian atau keilmuan.
Semua guru, baik dari lulusan LPTK maupun Non-LPTK, harus memiliki sikap mau belajar. Konsekuensinya, guru harus mau dan mampu menggali banyak informasi di luar jam kerjanya untuk meningkatkan interpersonal skill, communication skill, teaching skill, dan keterampilan lainnya yang relevan dengan kinerja profesionalisme sebagai guru. Mengagendakan diri secara rutin dalam mengikuti kegiatan pengembangan diri melalui In-Service Training merupakan salah satu alternatif solusi untuk dapat mengikuti perkembangan terkini di dunia pendidikan.
6. Melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Siapa yang dapat mengetahui kekurangan kita dalam mengajar? Bagaimana cara kita memperbaiki kekurangan mengajar kita di kelas? Penelitian Tindakan Kelas adalah salah satu cara untuk menganalisis tugas mengajar kita di kelas. Fokus PTK adalah untuk menyelesaikan berbagai masalah yang kita hadapi dalam mewujudkan situasi pembelajaran efektif. Pada dasarnya, masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan.
PTK sendiri dilakukan untuk mengubah perilaku sendiri dan perilaku siswa, mengubah kerangka kerja proses pembelajaran, yang pada akhirnya berdampak pada perubahan pada perilaku diri sendiri dan siswa dalam konteks pembelajaran.
Cohen & Manion (1980) menyatakan ada 7 fokus bidang garapan dalam PTK, yaitu: (1) metode mengajar, (2) strategi belajar, (3) prosedur evaluasi, (4) penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mendorong sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan, (5) pengembangan profesional guru (meningkatkan keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran diri), (6) pengelolaan & kontrol pada teknik modifikasi perilaku, dan (7) administrasi (menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah).
PTK merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban guru terhadap kinerjanya. Selain untuk kepentingan evaluasi yang komunikatif, data dan fakta yang dihasilkan dari kegiatan PTK dapat dijadikan referensi bagi guru untuk menulis di media masa maupun untuk disharing di komunitas guru yang lebih besar (KKG, MGMP, dsb). Harapannya, temuan-temuan yang dihasilkan dari kegiatan PTK dapat berdampak lebih besar bagi pengembangan pendidikan dalam skala luas.
7. Menginspirasi Siswa dengan METAFORA
Metafora adalah memaparkan cerita tentang hakikat kesuksesan, perumpamaan-perumpamaan mengenai suatu bentuk kehidupan yang notabene akan siswa hadapi kelak, simulasi, atau pun kisah-kisah berbagai orang sukses dalam hidupnya.
Tanpa kita sadari, selama ini kita terlalu berfokus pada konten materi pelajaran, tetapi kita tidak mampu menghadirkan dan menggali makna kehidupan dari materi yang kita bawakan. Apakah pernah ketika mengajar materi matematika, misalnya, kita juga berupaya menggali dan memaknai arti penting bersikap jujur, bersinergi dengan orang lain, bekerja keras, berpikir sistematis dan cermat melalui materi yang dihadirkan dalam situasi pembelajaran?
Metafora yang disajikan dalam pembelajaran, baik di awal, tengah, maupun akhir pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Dari perasaan benci, berganti menjadi suka. Dari perasaan bosan berubah menjadi berminat. Dari menjenuhkan menjadi menyenangkan. Dari perasaan tak butuh, setahap demi setahap menjadi penasaran, berkeinginan, dan membutuhkan materi pelajaran yang kita berikan. Seorang pengajar yang baik tidak hanya dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan materi pembelajaran, akan tetapi dia dapat menginspirasi siswa untuk melakukan yang terbaik dalam kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar