H I D A Y A H
Kata ini begitu akrab di telinga kita, namun pernahkah kita merenungkan tentang betapa dahsyatnya pengaruh setitik hidayah dalam hidup seorang manusia? Seseorang yang belum pernah merasakan nikmatnya karunia beriman kepada Islam bisa saja terbuka hatinya dan menjadi seorang muslim yang kaffah, bahkan melebihi keislaman seorang yang menjadi muslim sejak dalam kandungan ibunya. Seorang pelaku maksiat sekalipun bisa berubah seratus delapan puluh derajat menjadi seorang mukmin yang shalih, mengisi hari-harinya yang tersisa dengan taubat dan air mata penyesalan. Inilah bukti kebesaran Sang Khalik sebagaimana firman-Nya, “...Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya...(QS. Al-Fathir(35):8).”
Inilah karunia paling berharga dari Yang Maha Pengasih, petunjuk yang membuka hati dan menerangi jalan kebenaran yang diridhai-Nya. Alangkah nestapa manusia yang hidup dalam kegelapan tanpa cahaya iman karena Allah telah menutup hati mereka, tetapi lebih nestapa lagi manusia yang tidak mau menghiraukan hidayah-Nya. Padahal sesungguhnya terdapat kenikmatan yang besar seandainya manusia tersebut mau membuka hatinya barang sedetik. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaannya (QS. Muhammad(47):17)”
Bila diibaratkan, hidayah layaknya pelita yang menerangi hati manusia, sumbunya adalah iman, dan minyaknya adalah amal ibadah kita. Yakinkah bahwa pelita hati kita sudah mempunyai “sumbu” yang berkualitas? “Sumbu” yang berkualitas adalah “sumbu” yang mudah menyerap “minyak” dan mampu menjadi media “pelita” yang baik. Maha Suci Allah yang telah menganugerahkan iman kepada-Nya sebagai “sumbu” di dalam pelita hati kita. Tugas kitalah sebagi hamba-Nya untuk menjaga agar “sumbu” tersebut tidak kehabisan “bahan bakar” karena apabila hal tersebut terjadi maka bisa jadi “sumbu hati” akan terbakar, nyala “pelita” semakin redup, dan yang kemudian terjadi adalah tersesatnya seorang hamba dari jalan kebenaran.
Itulah mengapa di setiap rakaat shalat dan di setiap untaian doa yang dipanjatkan, ayat-ayat suci dari surat Al-Fatihah(1):6-7 selalu dilantunkan dengan khusyuk, “...Tunjukilah kami jalan yang lurus; (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Doa ini bukan hanya sekedar permohonan, tetapi selayaknya juga menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk selalu mengisi “bahan bakar” keimanan-Nya. Selalu ada jalan keluar bagi orang yang mau berusaha membebaskan diri dari kegelapan dan ketersesatan hidup. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penerima Taubat. Pintu ampunan akan selalu terbuka bagi hamba-hamba-Nya yang mau memperbaiki diri sepanjang belum dihembuskannya nafas terakhir. Tidak bisa tidak, “pelita” itu harus selalu dijaga nyalanya di dalam hati kita. Imam Ibnu Athoillah dalam kitab Al-Hikam menuliskan, “Nur (cahaya terang) itu sebagai tentara yang membantu hati, sebagaimana gelap itu tentara yang membantu hawa nafsu. Maka apabila Allah akan menolong seorang hamba-Nya, Dia membantu dengan tentara nur Illahi dan dihentikan-Nya (bantuan) kegelapan dan kepalsuan. Nur cahaya terang berupa tauhid, iman dan keyakinan itu sebagai tentara pembela pembantu hati; sebaliknya kegelapan, syirik, dan ragu itu sebagai tentara pembantu hawa nafsu; sedang perang yang terjadi antara keduanya tidak kunjung berhenti, dan selalu menang dan kalah.” Selanjutnya hati kita sendiri yang menentukan akan memilih jalan gelap yang penuh kenikmatan, ataukah jalan terang yang penuh rintangan itu. Sungguh beruntung orang yang memilih jalan yang benar, yaitu orang-orang yang pada hari akhir kelak mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia dengan senyum terlukis di wajahnya. “Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya (QS. Al-Baqarah(2):202).” Bukankah ini yang menjadi impian setiap hamba-Nya yang shalih?
Inilah titik tolaknya. Marilah kita berlomba-lomba mengisi pelita hati dengan “bahan bakar” yang baik, dengan amal dan ilmu yang bermanfaat, dengan tiada lelah bermunajat memohon ampun dan agar nyala “pelita” tidak meredup melainkan semakin terang menuntun setiap langkah kita. Janganlah sampai terjadi pelita hati kita kehilangan sinarnya dan Allah tidak lagi berkenan memberi petunjuk, apalagi sampai Allah menutup hati kita dari hidayah-Nya. Naudzubillah, inilah kematian yang sesungguhnya. Keadaan yang sungguh merugi, dimana semua amal baik tidak diterima dan kehidupan tidak diberkahi, baik di dunia maupun akhirat. ”...Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk (QS. Ar-Ra’d(13):33).”
Semoga Allah azza wa jalla berkenan memberi cahaya yang menerangi jalan kita, melindungi kita dari kebutaan hati dalam menerima hidayah-Nya dan mengizinkan kita menjaga “sumbu” iman hingga kelak kita dibangkitkan. AAmiin
1 komentar:
semoga cahaya hidayah tak pernah terhenti untuk kita....
amiiiiiiinn,,,
Posting Komentar