BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengingat pentingnya penilaian
dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan
penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan PP. nomor 19
tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bahwa peilaian pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1.Penilaian hasil belajar oleh
pendidik
2.Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidik
3.Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Setiap satuan pendidikan selain
melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil
pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Dalam rangka penilaian hasil
belajar (rapor) pada sementara satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan dilengkapi dengan
tugas-tugas lain seperti pekerjaan rumah, pengamatan dan produk.
Hasil pengolahan dan analisis
nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor semester satu. Pada semester
dua pen ilaian kenaikan kelas dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti
PR, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut
digunakan untuk mengisi nilai rapor pada semester dua.
B. Tujuan dan Fungsi Penilaian
Hasil Belajar
1. Tujuan Penilaian Hasil Belajar
a.Tujuan umum:
1).Menilai pencapaian kompetensi
peserta didik
2).Memperbaiki proses
pembelajaran
3).Sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan belajar siswa
b.Tujuan khusus:
1).Mengetahui kemajuan dan hasil
belajar siswa
2).Mendiagnosa kesulitan belajar
3).Memberikan umpan
balik/perbaikan proses belajar mengajar
4).Penentuan kenaikan kelas
5).Memotivasi belajar siswa
dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha
perbaikan.
2.Fungsi Penilaian Hasil Belajar
1).Bahan pertimbangan dalam
menentukan kenaikan kelas
2).Umpan balik dalam perbaikan
proses belajar mengajar
3).Meningkatkan motivasi belajar
siswa
4).Evaluasi diri terhadap kinerja
siswa
C. Rumusan Masalah
1.Apakah penskoran dan penilaian
itu?
2.Bagaimanakah prinsip-prinsip
penilaian?
3.Bagaimanakah acuan penilain
itu?
4.Bagaimanakah prosedur pemberian
nilai?
D. Tujuan
1.Untuk mengetahui tentang
penskoran dan penilaian
2.Untuk mengetahui
prinsip-prinsip penilaian
3.Untuk mengetahui tentang acuan
penilaian
4.Untuk mengetahui prosedur
pemberian nilai
E.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari
makalah ini adalah agar dapat memberikan konstribusi berupa pemahaman mengenai
prinsip-prinsip dan prosedur penilaian tes hasil belajar kepada mahasiswa UMPAR
khususnya mahasiswa akta IV.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penskoran dan Penilaian
(Scoring and Grading)
Penskoran merupakan langkah
pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa atau mahasiswa.
Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi
angka-angka (mengadakan kuantifikasi).
Angka-angka hasil penskoran itu
kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu.
Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka,
seperti angka dengan rentangan 0-10, 0-100 atau 0-4 dan ada pula yang dengan
huruf A, B, C, D dan E.
Cara menskor hasil tes biasanya
disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif
atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban yang benar
diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol). Total
skor yang diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal.
Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot
kepada setiap soal menurut tingkat kesulitannya atau banyak sedikitnya unsur
yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya untuk
soal nomor 1 diberi skor maksimum 4, untuk soal nomor 3 diberi skor maksimum 6,
untuk soal nomor 5 skor maksimum 10, dan seterusnya.
Di lembaga-lembaga pendidikan
kita masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal-soal essay, tanpa
pembobotan. Setiap soal diberi skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat
kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.
Lebih memprihatinkan lagi,
terutama dalam penilaian soal-soal essay, proses penskoran dan penilaian
biasanya tidak dibedakan satu sama lain, pekerjaan siswa dan mahasiswa langsung
diberi nilai, jadi bukan diskor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini
sering kali menimbulkan terjadinya halo effect yang berarti dalam penilaiannya
itu diikut sertakan pula unsur-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidak
rapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang pendeknya jawaban sehingga cenderung
menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi kurang
objektif. Jika tes yang dibentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih
dari satu orang. Sering kali terjadi perbedaan-perbedaan diantara penilai,
bahkan juga hasil penilaian sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban yang
sama dari soal tertentu, kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika
dalam pelaksanaanya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.
1.Pemberian skor untuk soal-soal
multiple choice atau tes bentuk pilihan ganda.
Dalam menentukan angka untuk tes
bentuk pilihan ganda, dikenal dua macam cara yaitu, tanpa hukuman dan dengan
hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban
yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan hukuman atau dapat juga
disebut sistem denda. Adapun rumus yang biasa dipakai adalah:
S=∑▒R-(∑▒W)/(n-1)
Ket:
S = skor yang dicari
∑R = jumlah soal yang dijawab
salah
∑W = jumlah soal yang dijawab
salah
n = jumlah option (alternatif
jawaban tiap soal)
1 = bilangan tetap
2. Pemberian skor untuk tes
bentuk betul salah (true-false)
Dalam menentukan angka skor untuk
tes benar-salah (B-S) ini kita dapat menggunakan 2 cara yaitu tanpa hukuman dan
dengan hukuman atau denda. Tanpa hukuman adalah apabila banyaknya angka yang
diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan
dengan hukuman (karena diragukan adanya unsur tebakan) digunakan rumus:
S=∑▒R-∑▒W
Keterangan:
S = skor yang dicari
∑R = jumlah soal yang dijawab
benar
∑W = jumlah soal yang dijawab
salah
3. Pemberian skor untuk tes
bentuk jawab singkat
Tes bentuk jawab singkat adalah
bentuk tes yang menghendakijawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Melihat
namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat
panjang, tetapi harus sesingkat mungkindan mengandung suatu pengertian. Dengan
persyaratan inilah maka bentuk tes inilah digolongkan kedalam bentuk tes
objektif. Tes bentuk isian dianggap setaraf dengan tes jawab singkat ini.
Cara memberikan skor adalah
sebaiknya soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga disamakan dengan angka pada
bentuk benar-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkan
ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya:
lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap maka angkanya dapat dibuat
bervariasi pula misalnya: 2; 1,5 dan 1.
4. Pemberian skor untuk tes
bentuk menjodohkan
Pada dasarnya bentuk tes
menjodohkan adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan
satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian maka pilihan
jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalh bahwa jawaban yang
dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi
pertanyaan lain. Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan
jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang
terdapat didepan alternatif jawaban.
Tes bentuk menjodohkan adalah tes
bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai
imbalan juga harus lebih banyak yaitu angka tiap nomoradalah 2.
5.Pemberian skor untuk tes bentuk
uraian (essay test)
Pada tes bennntuk uraian, jawaban
yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam dari setiap siswa. Olehnya itu
harus ada langkah-langkah yang dilakukan pada saat member angka antara lain:
a. Membaca soal pertama dari
seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban,
kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa
secara keseluruhan.
b. Menentukan angka untuk soal
pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang
sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya sampai kepada jawaban yang paling
minim jika jawabannya meleset sama sekali.
c. Memberikan angka bagi soal
pertama
d. Membaca soal kedua dari
seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian
angka untuk soal kedua.
e. Mengulangi langkah-langkah
tersebut bagi soal-soal tes ketiga, keempat dan seterusnya hingga seluruh soal
diberi angka.
f. Menjumlahkan angka-angka yang
diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
6. Pemberian skor untuk tugas
Tolak ukur yang digunakan dalam
pemberian skor tugas adalah:
1. Ketepatan waktu penyerahan
tugas
2. Bentuk fisik pengerjaan tugas
yang menandakan keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas.
3. Sistematika yang menunjukkan
alur pikiran
4.Kelengkapan isi menyangkut
ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5. Mutu hasil tugas, yaitu
kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
B. Prinsip-Prinsip Penilaian
Beberapa prinsip-prinsip
penilaian antara lain:
1. Penilaian hendaknya didasarkan
atas hasil pengukuran yang komprehensif. Ini berarti bahwa penilaian didasarkan
atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun jenisnya.
2. Harus dibedakan antara
penskoran (scoring) dan penilaian (grading). Penskoran berarti proses
pengubahan prestasi menjadi angka-angka sedangkan dalam penilaian kita
memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan
kedudukan personal siswa yang memperoleh angka-angka tersebut dalam skala
tertentu misalnya skala tentang baik- buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima,
dinyatakan lulus-tidak lulus.
3. Dalam proses pemberian nilai
hendaknya diperhatikan dengan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang
norms-referenced evaluation yaitu penilaian yang diorientasikan kepada suatu
kelompok tertentu, jadi hasil evaluasi perseorangan siswa dibandingkan dengan
prestasi kelompoknya. Dan penilaian criterion-referenced evaluasion ialah
penilaian yang diorientasikan kepada suatu standar absolut tanpa dihubungkan
dengan suatu kelompok tertentu.
4. Kegiatan pemberian nilai
hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Ini berarti
bahwa tujuan penilaian, disamping untuk mengetahui status siswa dan menaksir
kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan
sebagai umpan balik (feedcback) baik kepada siswa sendiri maupun guru atau
pengajar. Dari hasil tes pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan
siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap
kesalahan yang diperbuatnya atau memberi reinforcemence bagi prestasinya yang
baik.
5. Penilaian harus bersifat
komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu
dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh
nilai yang sama pula. Atau jika dilihat dari segi lain, penilaian harus
dilakukan secara adil. Karena penilaian yang tidak adil akan meenimbulkan
frustasi pada siswa dan mahasiswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan
psikis siswa.
6. System penilaian yang
dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri. Sumber
ketidak beresan dalam penilaian terutama adalah tidak jelsnya system penilaian
itu sendiri bagi para guru atau pengajar : apa yang dinilai serta macam skala
penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apapun skala
yang dipakai dalam penilaian, apakah skala 0-4 atau A,B,C,D,E dan F hendaknya
dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.
C. Acuan Penilaian
Di dalam setiap kegiatan belajar
mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk
nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga pendidikan yang menggunakan
nilai angka dengan menggunakan skala 0 sampai 100, dan adapula yang menggunakan
nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Diperguruan tinggi umumnya digunakan
nilai huruf, yaitu A,B,C,D dan E atau TL.
Pengolahan nilai-nilai menjadi
nilai akhirseorang siswa dapat dilakukan dengan mengacu kepada kriteria atau
patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua patokan yang umum diapakai
dalam penilaian itu yaitu:
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Suatu penilaian disebut PAP jika
dalam melakukan penilaian itu kita mengacu pada suatu kriteria pencapaian
tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang
diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang
materi pengajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
Kriteria atau patokan yang
digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap,
setidak tidaknya untuk beberapa tahun atau jangka waktu tertentu dan berlaku
bagi semua yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.
2. Penilaian Acuan Normal (PAN)
Secara singkat dapat dirumuskan
bahwa penilaian acuan normal (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan
mengacu pada norma kelompok, nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan
dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan norma dalam
hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud dengan
kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Jadi pengertian
kelompok yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu kelas, sekolah,
rayon, dan propinsi atau wilayah.
a.Perbedaan pokok antara kedua
jenis acuan penilaian tersebut:
1. Kriteria atau patokan yang
digunakan PAP bersifat mutlak sedangkan PAN menggunakan kriteria yang bersifat
relatif dalam arti tidak tetap atau selalu berubah-ubah, disesuaikan dengan
kondisi atau kebutuhan pada waktu itu.
2. Nilai dari hasil PAP dijadikan
indikator untuk mengetahui sampai dimana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa
tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan nilai dari hasil PAN tidak
mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang mateeri pengajaran
yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat
kelompoknya.
D. Prosedur Pemberian Nilai
Untuk dapat melakukan penilaian
terhadap hasil belajar siswa, perlu kita kaji beberapa prosedur penilaian dari
yang sangat sederhana dan mengandung banyak kelemahan sampai kepada yang lebih
rumit antara lain:
1. Prosedur penilaian yang paling
sederhana, atau ungkin juga dapat dikatakan paling tuadan paling banyak
dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita ialah prosedur yang tidak
membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian.
Prosedur ini mengandung lebih banyak kelemahan daripada kebaikan. Dalam
pelaksanaannya sering dikacaukan antara penskoran dan penilaian, atau yang
lebih lazim lagi angka atau skor yang sebenarnya merupakan ‘biji’, langsung
dianggap sebagai nilai, yang kemudian dipergunakan sebagai alat untuk
menentukan vonis kepada siswa atau mahasiswa yang memperoleh ‘biji’ tersebut.
2. Prosedur ini dan berikutnya
adalah prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian,
dengan berbagai variasi mulai dari yang relatif sederhana sampai dengan yang
lebih rumit. Yang pertama adalah prosedur penilaian dengan membuat peringkat
skor-skor dalam bentuk-bentuk tabel-tabel distribusi. Dalam hal ini peran guru
atau penilai dituntut tanggung jawab profesionalnya dalam menentukan batas
persyaratan penguasaan minimal dari hasil tes yang telah ditabulasikan itu. Hal
ini yang perlu diperhatikan, dengan penggunaan prosedur distribusi peringkat
ini guru atau penilai sekaligus menerapkan kedua orientasi penilaian, yaitu
penilaian norm-oriented dalam bentuk kompetisi intra kelompok dan penilaian
criterion-orientid, yaitu dari segi penguasaan minimal yang diharapkan sesuai
dengan kapasitas (prestasi aktual) kelompok atau kelas masing-masing.
3. Prosedur penilaian dengan
menggunakan persentase (%) banyak digunakan karena dianggap lebih sederhana dan
praktis. Penilaian dengan persentase ini umumnya dikaitkandengan skala
penilaian 0-10 atau 0-100, dengan langsung mentransformasikan persentase yang
dimaksud menjaadi nilai. Misalya 50% benar sama dengan nilai 5 (dalam skala
penilaian 0-10) atau 50 (dalam skala penilaian 0-100); 78% benar sam dengan
nilai 8 (dalam skala penilaian 0-10) atau 78 (dalam skala penilaian 0-100).
Prosedur ini didasarkan atas anggapan bahwa proses pengukuran yang dipergunakan
sebagai dasar untuk menghitung persentase itu telah mempergunakan alat-alat
yang memadai dan dianggap baik. Oleh karena itu, keandalan hasil penilaian
dengan persentase ini sangat bergantung pada apakah “meteran” yang dipakai
sebagai dasar perhitungan persentase itu benar (baca:baik) atau tidak.
4. Prosedur yang menggunakan
tekhnik statistic yang lebih kompleks, yaitu yang dinamakan prosedur
perstandarisasian dan penormalisasia. Dikatakan perstandarisasian karena dalam
mentranspormasikan skor-skor hasil pengukuran suatu kelompok siswa menggunakan
rentangan yang disebut deviasi standar, yaitu penyimpangan rata-rata yang
dihitung dari nilai titik tengah kelompok yang disebut mean atau rata-rata
hitung. Proses penstandardisasian ini kemudian diteruskan dengan
penormalisasian, yaitu distribusi skor-skor itu dikonfrontasikandengan
distribusi kurva normal.
Prosedur penilaian yang
menggunakan teknik statistik sperti diuraikan diatas hanya cocok dan baik
digunakan jika:
a. Pencaran skor-skor aktual yang
diperoleh mendekati pencaran kurva normal.
b. Jumlah kasus atau siswa yang
dites cukup besar: minimal 50 atau lebih baik lagi jika 100 ke atas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Penskoran merupakan langkah
pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa.
2. Prinsip-prinsip penilaian
hasil belajar adalah : 1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran
yang komprehensif, 2. Harus dibedakan antara penskoran(scoring) dan penilaian
(grading), 3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan dengan adanya
dua macam orientasi, yaitu penilaian yang norms-referenced dan yanmg
criterion-referenced, 4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian
integral dari prose belajar mengajar.
3. Acuan penilaian dibagi atas
dua yaitu penilaian acuan patokan (PAP) dan penilaian acuan normal (PAN).
4. Prosedur pemberian nilai
dibagi atas empat, yaitu: 1. Prosedur penilaian yang paling sederhana, 2.
Prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian, 3. Prosedur
penilaian dengan menggunakan persentase (%), 4. Prosedur menggunakan tekhnik
statistic yang lebih kompleks.
B. SARAN
Hendaknya prinsip-prinsip dan
prosedur penilaian tes hasil belajar harus baku atau layak digunakan sebagai
evaluasi proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1987). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta.
PT. Bumi Aksara.
Ngalin purwanto, M. (1984). Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi
Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya.
Sudjana Nana (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar