Teh merupakan tanaman daerah
tropis dan subtropis yang secara ilmiah dikenal dengan Camellia Sinensis.
Dari kurang lebih 3000 jenis teh hasil perkawinan silang, didapatkan 3 macam
teh hasil proses, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam.
Cara pengolahan teh yaitu dengan merajang daun teh dan dijemur di bawah sinar
matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan
tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi coklat dan memberi cita rasa teh
hitam yang khas.
Teh hijau, jenis teh tertua,
amat disukai terutama oleh masyarakat Jepang dan Cina. Di sini daun teh
mengalami sedikit proses pengolahan, hanya pemanasan dan pengeringan sehingga
warna hijau daun dapat dipertahankan. Sedangkan teh oolong lebih merupakan
jenis peralihan antara teh hitam dan teh hijau. Ketiga jenis teh masing-masing
memiliki khasiat kesehatan karena mengandung ikatan biokimia yang disebut polyfenol,
termasuk di dalamnya flavonoid. Flavonoid merupakan suatu
kelompok antioksidan yang secara alamiah ada di dalam sayur-sayuran,
buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur.
Subklas polifenol meliputi
flavonol, flavon, flavanon, antosianidin, katekin, dan biflavan. Turunan dari
katekin seperti epi-cathecin (EC), epigallo-cathecin (EGC),
epigallo-cathecin gallate (EGCg), dan quercetin
umumnya ditemukan di dalam teh. EGCg dan quercetin merupakan anti
oksidan kuat dengan kekuatan hingga 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin
E dan C yang juga merupakan antioksidan potensial. Antioksidan diketahui mampu
menghindarkan sel dari kerusakan mengingat setiap kerusakan sel akan menyumbang
lebih dari 50 penyakit.
Teh hijau mengandung EGCg,
demikian juga teh hitam, demikian dikatakan seorang ahli biokimia. Dalam sebuah
studi yang dilakukan peneliti Belanda menyebutkan, mengkonsumsi 4-5 cangkir teh
hitam setiap hari akan menurunkan resiko stroke hingga 70% dibanding dengan
mereka yang mengkonsumsi teh 2 cangkir sehari atau kurang. Laporan lainnya
menyebutkan lebih banyak mengkonsumsi teh hitam berhubungan dengan rendahnya
kasus serangan jantung. John Folts, Direktur Sekolah Medis, Pusat Penelitian
dan Pencegahan Arteri Trombosis, Universitas Wisconsin, AS menemukan kunci
khasiat dalam teh yaitu flavonoid. Hasil penelitiannya
menunjukkan, flavonoid dalam teh hitam mampu menghambat penggumpalan sel-sel
platelet darah sehingga mencegah penyumbatan pembuluh darah pada penyakit
hantung koroner dan stroke. Studi lain menyebutkan bahwa peminum teh fanatik
memiliki kadar kolesterol dan tekanan darah yang rendah, meskipun masih belum
jelas apakah semuanya itu langsung disebabkan karena teh.
Para peneliti di Universitas
Case Western Reserve, Cleveland, AS menemukan pengaruh penggunaan teh hijau
pada kulit hingga 90 %. Ternyata teh sangat efektif melindungi kulit dari sinar
matahari yang dapat mengakibatkan kanker kulit. Teh juga diketahui mengandung fluoride
yang dapat menguatkan email gigi dan membantu mencegah kerusakan gigi. Dalam
suatu studi laboratorium di Jepang, para ahli menemukan bahwa teh membantu
mencegah pembentukan plak gigi dan membunuh bakteri mulut penyebab pembengkakan
gusi.
Penelitian di Jepang
menunjukkan, daerah penghasil teh yang pendudukanya terkenal sebagai peminum
teh fanatik, sangat rendah angka kematiannya yang disebabkan oleh kanker. Hasil
studi lainnya, dilakukan kerjasama antara tim peneliti Oguni dan pusat
penelitian kanker di Beijing untuk mempelajari pengaruh ekstrak teh hijau pada
tikus yang telah diberi ransum makanan karsinogenik (zat pemicu kanker).
Dilaporkan, angka rata-rata kanker pada tikus yang memperoleh ekstrak teh hijau
setengah dari tikus yang tidak memperoleh ekstrak teh hijau.
Para peneliti yakin bahwa
polifenol yang dikenal sebagai cathecin yang terdapat pada teh
hijau, membantu tubuh manusia melawan sel kanker. Studi lainnya dilakukan oleh
Oguni dan Dr. Masami Yamada dari Hamamatsu Medical Center menemukan cathecin
membunuh Helicobator pylori, bakteri pemicu kanker lambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar