
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ memerintahkan Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallamsebagaimana dalam firman-Nya,
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
“Dan bacakanlah apa-apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu
(Al-Qur`an). Tiada (seorang pun) yang dapat mengubah
kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan dapat menemukan tempat
berlindung selain Dia.” [Al-Kahf: 27]
Juga dalam firman-Nya,
إِنَّمَا
أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا
وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ. وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ
“Aku hanya diperintah untuk menyembah Rabb
negeri (Makkah) ini Yang telah menjadikan (negeri) itu suci, dan
kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu. Serta, aku diperintah agar aku
tergolong sebagai orang-orang yang berserah diri, dan supaya aku
membacakan Al-Qur`an (kepada manusia).” [An-Naml: 91-92]
Kepada kaum mukminin, Allah ‘Azza wa Jalla menganjurkan,
إِنَّ
الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا
مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ
تَبُورَ. لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ.
“Sesungguhnya orang-orang yang
selalu membaca (tilawah) kitab Allah, mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka secara diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan
merugi. (Yakni) agar Dia menyempurnakan pahala untuk mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Mensyukuri.” [Fathir: 29-30]
Tidak diragukan bahwa membaca Al-Qur`an
adalah salah satu tugas pokok seorang muslim dan muslimah serta sumber
kebaikan dan kebahagiaan yang dia tidak bisa terlepas dari kehidupannya.
Membaca Al-Qur`an sesuai dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla akan mewariskan keimanan yang sangat agung di dalam Allah dan akan menambah keyakinan, ketenangan, dan kelembutan[1].
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا.
“Dan dari Al-Qur`an, Kami menurunkan
sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,
sedang Al-Qur`an itu tidaklah menambah (sesuatu) kepada orang-orang
zhalim, kecuali kerugian.” [Al-Isra`: 82]
Keutamaan dan manfaat membaca Al-Qur`an
tentunya sangatlah banyak. Namun, yang menjadi masalah pada sebagian
kaum muslimin pembaca Al-Qur`an adalah kurangnya pengaruh pada jiwa
dalam membaca Al-Qur`an Al-Karim.
Oleh karena itu, pada tulisan ini, kami
akan menjelaskan beberapa kiat yang bisa membantu seorang muslim dan
muslimah agar hati dan jiwanya lebih tersentuh serta lebih membuat dia
bisa cinta dan mengagungkan Al-Qur`an.
Berikut penjelasan beberapa kiat tersebut dengan memohon pertolongan kepada Allah.
Pertama, mengetahui
keutamaan, keagungan derajat, dan ketinggian kedudukan Al-Qur`an
sehingga seseorang membaca Al-Qur`an dengan penuh kegembiraan dan rasa
harap, serta penuh penghormatan, pengagungan, dan rasa takut kepada
Allah, Yang menurunkan Al-Qur`an tersebut. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ
لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ.
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang pelajaran dari Rabb
kalian kepada kalian, penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka
bergembira dengan itu. (Karunia Allah dan rahmat-Nya) itu adalah lebih
baik daripada apa-apa yang mereka kumpulkan. ” [Yunus: 57-58]
Kedua, pengetahuan
seorang hamba bahwa Al-Qur`an adalah kalamullah (firman Allah) yang
merupakan sebaik-baik pembicaraan dan ucapan jujur yang teragung dan
terbenar.
Mencermati bahwa Al-Qur`an adalah
kalamullah akan membuat pembaca Al-Qur`an merasakan bahwa seakan-akan
Allah berbicara kepadanya. Tentunya, pengagungan seperti ini akan
berpengaruh kepada hati seorang hamba. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ.
“Demikianlah (perintah Allah), dan
barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya itu timbul
dari ketakwaan hati.” [Al-Hajj: 32]
Ketiga, membaca Al-Qur`an dengan menadabburi dan mencermati kandungannya.
Karena, maksud utama penurunan Al-Qur`an
adalah agar kita menadabburi ayat-ayat-Nya sebagaimana yang dijelaskan
dalam firman-Nya,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ.
“Ini adalah sebuah kitab penuh
berkah yang Kami turunkan kepadamu supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat
pelajaran.” [Shad: 29]
Meninggalkan tadabbur terhadap Al-Qur`an akan menimbulkan kekerasan dalam hati. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menegaskan,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا.
“Maka apakah mereka tidak menadabburi Al-Qur`an, ataukah hati mereka terkunci?” [Muhammad: 24]
Hendaknya diketahui bahwa menadabburi
dan mencermati Al-Qur`an adalah lebih baik daripada sekadar membaca
Al-Qur`an. Oleh karena itu, Ibnu Hajar Al-Asqalâny rahimahullâh
berkata, “Siapa saja yang membaca (Al-Qur`an) dengan tartil dan
mencermati (Al-Qur`an), dia bagaikan orang yang bersedekah dengan suatu
permata yang sangat mahal.”[2]
Ibnul Qayyim rahimahullâh
berkata, “Barangsiapa yang membaca Al-Qur`an dengan tafakkur (memikirkan
dan merenunginya) hingga, jika melalui sebuah ayat yang dia perlukan
dalam mengobati hatinya, dia mengulangi walaupun seratus kali, bahkan
semalam penuh, karena membaca satu ayat dengan tafakkur dan memahami
(ayat) itu adalah lebih baik daripada bacaan khatam tanpa tadabbur dan
memahami. (Hal tersebut) juga lebih bermanfaat bagi hati dan lebih
mengajak untuk memperoleh keimanan dan merasakan kemanisan Al-Qur`an.”[3]
Keempat, membaca Al-Qur`an dengan memohon perlindungan kepada Allah Ta’âlâ dari gangguan syaithan yang terkutuk. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.
“Apabila membaca Al-Qur`an, hendaklah engkau meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.” [An-Nahl: 98]
Hendaknya dia membaca, “A’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm,” dengan menyadari bahwa syaithan sungguh berusaha memalingkannya dari mengambil manfaat dan mengamalkan Al-Qur`an.
Kelima, membaca
Al-Qur`an dengan rasa khusyu’. Allah telah memerintah, disertai dengan
peringatan, kepada orang-orang yang beriman dalam firman-Nya,
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ.
“Belumkah datang waktunya, bagi
orang-orang yang beriman, untuk hati mereka khusyu’ dalam mengingat
Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, (tetapi)
kemudian hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka
adalah orang-orang fasik.” [Al-Hadîd: 16]
Keenam, membaca Al-Qur`an secara tartil.
Allah telah memerintahkan dalam firman-Nya,
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا.
“Dan bacalah Al-Qur`an itu secara tartil (perlahan-lahan).” [Al-Muzzammil: 4]
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
telah memberi contoh dengan membaca secara tartil dalam shalat
malamnya. Jika melewati bacaan ayat yang mengandung tasbih, beliau
bertasbih. Jika melewati bacaan ayat tentang rahmat, beliau berhenti dan
memohon rahmat Allah. Bila melalui bacaan ayat tentang ayat adzab,
beliau berlindung kepada Allah[4].
Dalam sebuah hadits[5], Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat malam hanya dengan mengulangi membaca sebuah ayat, yaitu firman Allah Ta’âlâ,
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.
“Jika Engkau menyiksa mereka,
sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, tetapi jika Engkau
mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” [Al-Maidah: 118]
Ketujuh, mempelajari kandungan dan tafsir Al-Qur`an dari para ulama.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
وَمَا
اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ
اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ
السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ،
وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di
sebuah rumah (baca: masjid) di antara rumah-rumah Allah, yang mereka
membaca kitab Allah dan saling mempelajari (kitab) tersebut di antara
mereka, kecuali bahwa pasti turun ketenangan di tengah mereka, mereka
akan diliputi rahmat, dinaungi oleh para malaikat, dan Allah akan
menyebut mereka (di depan para malaikat) di sisi-Nya.”
Kedelapan, memahami makna tilawah Al-Qur`an yang sebenarnya.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ
يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.
“Orang-orang yang telah Kami beri
Al-Kitab, mereka menilawah (Al-Qur`an) dengan bacaan yang sebenarnya.
Mereka itu beriman kepada (Al-Qur`an). Dan barangsiapa yang ingkar
terhadap (Al-Qur`an), mereka itulah orang-orang yang merugi.” [Al-Baqarah: 121]
Tilawah terhadap Al-Qur`an adalah dengan tiga hal:
- Membacanya sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembacaan Al-Qur`an yang ada di kalangan ahli qirâ`ah dan tajwid.
- Memahami kandungan dan penafsirannya.
- Mengimani dan mengamalkan kandungan dan hukum-hukumnya[6].
Kesembilan, mencontoh keadaan para nabi dan orang-orang shalih dalam membaca Al-Qur`an.
Salah satu sifat para malaikat, yang selalu taat dan takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, adalah membaca kalamullah sebagaimana dalam firman-Nya,
فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا.
“Dan demi (rombongan malaikat) yang membacakan Kalamullah.” [Ash-Shaffat: 3]
Tentang para nabi, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
أُولَئِكَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ
ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا
تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
“Mereka itu adalah orang-orang yang
telah Allah beri nikmat, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dari
orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dari keturunan Ibrahim dan
Israil, serta dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah
Kami pilih. Apabila ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah dibacakan kepada
mereka, mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” [Maryam: 58]
Juga, Allah menjelaskan sifat orang-orang yang berilmu saat mendengar ayat-ayat Allah sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا. وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا.
“Sesungguhnya orang-orang yang
diberi pengetahuan sebelumnya, apabila dibacakan Al-Qur`an kepada
mereka, bersungkur di atas muka mereka sambil bersujud seraya berkata,
‘Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.’ Dan mereka bersungkur di atas muka mereka sambil menangis, dan mereka pun bertambah khusyu’.” [Al-Isra`: 107-109]
Nabi kita, Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
menangis pada banyak keadaan dalam membaca Al-Qur`an atau ketika
mendengar bacaan Al-Qur`an para shahabat sebagaimana telah sah dalam
sejumlah hadits.
Kesepuluh, kekhawatiran terhadap diri bila tergolong sebagai orang-orang yang meninggalkan dan mengacuhkan Al-Qur`an.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah mengingatkan,
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا.
“Berkatalah Rasul, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an itu sebagai sesuatu yang tidak diacuhkan.’.” [Al-Furqan: 30]
Ibnul Qayyim rahimahullâh menyebut lima bentuk tentang meninggalkan Al-Qur`an:
- Meninggalkan mendengar, mengimani, dan memperhatikan Al-Qur`an.
- Meninggalkan beramal dengan Al-Qur`an serta berhenti pada setiap halal dan haramnya.
- Meninggalkan berhukum dan tahâkum kepada Al-Qur`an.
- Meninggalkan tadabbur dan memahami (Al-Qur`an).
- Meninggalkan berobat dan mencari kesembuhan dengan (Al-Qur`an)[7].
Demikianlah sepuluh kiat agar hati lebih
tersentuh ketika membaca Al-Qur`an. Semoga Allah membersihkan hati dan
jiwa kita dari segala dosa dan maksiat, dari segala penyakit dan bahaya,
serta semoga Allah senantiasa memerangi dan menyejukkan hati-hati kita
dengan Al-Qur`an Al-Karim. Innahu waliyyu dzalika wal qadiru ‘alaihi wa huwa jawwadun karîm.
[Disarikan dari Makalah Tsamaniyyah Khathawât Min Ajl Qirâ’ah Mu`tsirah Li Al-Qur`ân Al-Karîm dengan banyak tambahan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar