Senin, 24 Oktober 2011

Hakikat Perjuangan Hidup Melalui Hikmah Hijrah


                                                   

Alhamdulillah kembali kita diberikan umur panjang sehingga bertemu kembali di postingan saya tahun ini, sepatutnyalah kita bersyukur masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah SWT di alam ini.. Apa sebenarnya arti “HIDUP” menurut pandangan agama ……? Hidup bukanlah sekedar menarik dan menghembuskan nafas. Ada orang-orang yang telah terkubur, tetapi oleh Al Qur’an masih dinamai “Orang hidup dan mendapat rejeki” sebagaimana Firman Allah Ta’ala :“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rejeki.”(QS.Ali Imran :169).
Dari sini dapatlah kita pahami bahwa : “hidup dalam pandangan agama” adalah : kesinambungan dunia dan akhirat dalam keadaan bahagia, kesinambungan kebahagiaan yang hingga melampui usia dunia ini. Dengan demikian tiadalah arti hidup bagi seseorang, apabila ia tidak menyadari bahwa ia mempunyai kewajiban-kewajiban yang lebih besar dan yang melebihi kewajiban-kewajibannya hari ini. Setiap orang yang beriman wajib mempercayai dan menyadari bahwa disamping wujudnya masa kini, masih ada lagi wujud yang lebih kekal abadi dan lebih berarti daripada kehidupan dunia ini.

Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang pasti mempunyai“Motivasi atau dilandasi oleh niat”. Hal ini pernah ditegaskan oleh nabi Muhammad Saw., ketika seorang sahabatnya hijrah ke Madinah :“Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai niat. Maka, barang siapa hijrahnya didorong karena Allah, hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa hijrahnya didorong oleh keinginan memdapat keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini wanita, maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut”.
Ketika nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau berhijrah, motivasi mereka yang utama adalah guna memperoleh ridho Allah SWT, yang mereka yakini Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Menjelang hijrah kaum Muslimin berada pada posisi yang sangat lemah dan teraniaya. Namun dengan tebalnya keimanan, dengan bekal keimanan keyakinan akan datangnya kemenangan tidaklah pernah sirna. itu pulalah yang mengantarkan mereka pada sikap optimis dan patriotisme. Oleh karenanya kita dapat mengambil pelajaran hidup dari hikmah Hijrah Nabi ini, yang antara lain adalah :
1. SIKAP KESEDIAAN BERKORBAN
Ketika Rasululloh menyampaikan kepada Abu Bakar ra. bahwa Allah memerintahkannya untuk berhijrah, dan sekaligus mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah bersama, Abu Bakar ra. menangis kegirangan. Dan seketika itu juga ia membeli dua ekor Unta dan menyerahkannya kepada Rasululloh saw. agar beliau memilih, mana yang beliau Nabi kehendaki. Di saat itulah terjadi dialog antara keduanya :
Rasulillah bersabda : “Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku.”
Sahabat Abu Bakar ra. menimpali; “Unta ini aku serahkan untukmu.”Baiklah aku akan membayar harganya.“ Kata Nabi.
Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima sebagai hadiah, namun Nabi saw. tetap menolak, akhirnya Abu Bakar – pun setuju untuk menjualnya. Pertanyaannya kemudian adalah : “Mengapa beliau Nabi Muhammad bersikeras untuk membelinya ……? “Bukankah Abu Bakar sahabat beliau ? Disinilah terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga yakni : Rasulullah saw. ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud untuk berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, fikiran, dan materi, bahkan dengan jiwa dan raga beliau. Dan salah satunya adalah dengan tetap membayar harga onta sahabatnya, Abu Bakar.
Ketika Rasulullah SAW berangkat ke Madinah, beliau berpesan kepada kemenakannya “Ali Bin Abi Thalib”, agar ia tidur di tempat pembaringan Nabi sambil berselimut dengan selimut beliau guna mengelabui kaum Musyrikin. Dengan kesediaan ini. ‘Ali pada hakikatnya mempertaruhkan jiwa raganya demi membela agama Allah. Di sini, sekali lagi, kita harus memahami makna, tujuan dab hakekat dari tujuan hidup kita! Mentoknya ; Inna Ilaa Robbika Al Ruj’aa : “Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah tempat kami kembali,” Telah siapkah kita …….?
2. SIKAP TAWAKKAL DAN USAHA
Ketika Rasululloh saw. bersama sahabat Abu Bakar ra. bersembunyi di Gua Tsur dan para pengejar mereka telah berdiri di mulut gua tersebut, Abu bakar ra. sangat gentar dan gusar. Lalu rasululloh saw. menenangkannya sambil berkata : Laa takhoofu Wa Laa Tahzanu, Innalloha Ma’anaa, “Janganlah kuatir dan janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Keadaan ini bertolak belakang dengan apa yang kemudian terjadi dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah tahun setelah peristiwa hijrah ini. Ketika itu yang gusar dan kuatir adalah Nabi Muhammad saw., sedang Abu Bakar ra. yang menenangkan beliau.
Mengapa terjadi dua sikap yang berbeda dari Nabi dan sahabatnya Abu Bakar ?, Di sini, sekali lagi kita mendapat pelajaran yang sangat dalam. Dua peristiwa yang berbeda di atas menuntut pula dua sikap kejiwaan yang berbeda dan keduanya diperankan dengan sangat jitu oleh Nabi Muhammad saw. Kedua prinsip sebagai hakikat keagamaan itu adalah : “Tawakkal” dan “Usaha/Taqwa.”
Modus perbedaan pengambilan keputusan sikap Nabi itu adalah : Bahwa perintah untuk berhijrah datangnya adalah seketika atau tiba-tiba, oleh karenanya ia harus dilaksanakan dengan penuh keyakinan, tiada alasan untuk takut, gentar dan bersedih. Berbeda halnya dengan peperangan. Jauh sebelumnya beliau telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh. Sebagaimana terungkap dalam Firman Allah Ta’ala, : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, dan musuh kalian semua”. 
(QS. Al-Anfal ayat : 60)
Kekhawatiran Nabi ketika itu timbul karena keraguan beliau akan persiapan-persiapan yang dilakukannya selama ini, jika keraguan itu benar, tentulah beliau menjerumuskan umat dan sekaligus agama ke jurang yang sangat berbahaya, dengan kekalahan akibat kurang persiapan. Dan beliau sadar bahwa, dalam hal ini, Tuhan tidak pilih kasih.

Tidak ada komentar: